Saya punya keinginan untuk menjadi seorang debater sesaat. Saya bosan selalu berbicara di belakang layar. Saya bosan membuang-buang pikiran yang tidak terbuang di tempatnya. Saya ingin orang mendengar dan melihat sampah-sampah yang berasal dari otak saya yang ingin saya buang di depan mata mereka semua. Saya ingin mereka juga mencium baunya, tidak hanya saya saja yang menghirup bau busuk tempat sampah di otak saya. Tapi sepertinya saya akan terus berkata "tapi" karena pertimbangan budaya. Yaa.. "wong Jowo" identik dengan kata "pekewuh" untuk menggantikan kata "tapi" sebagai analogi bahasa, menurut saya. Terkadang saya berfikir, kenapa saya bisa berpikir sia-sia dan menganggapnya sia-sia karena ke Jowo'an saya. Tapi sejatinya saya tidak pernah menyesal karena saya lahir di lingkungan "Jowo", yang saya sedihkan, kenapa saya belum mampu menjadi seperti Ibu Megawati, Ibu Kartini dan banyak wanita-wanita hebat lainnya, yang mempertunjukkan hasil karya otak mereka yang mampu mempengaruhi dunia menjadi lebih baik, dan pastinya dengan sedikit bumbu "pekewuh".
Otak saya kelamaan bisa bocor dan mengeluarkan bau busuk yang sangat busuk hingga orang-orang enggan untuk menghirupnya. Salah saya juga kan, membuat oksigen yang Tuhan beri jadi tercemar dan orang "pekewuh" untuk menghirupnya. Jadi saya rasa saya perlu banyak senjata tajam untuk mengeluarkan banyak sampah yang ada di otak saya. tanpa PEKEWUH. ^_^
SElama saya rasa sampah itu berbau harum nantinya jika orang yang membaunya tidak mampu memandang kedepan dengan kabut yang tebal namun ia akan melindungimu.
Saya takun, jika saya akan pesimis untuk maju dan menunjukkkan sampah saya.